Jumat, 10 Mei 2013

Sastra, Mati atau Hidup?

Kita sekarang berada pada zaman yang sangat modern, karena teknologi komunikasi dan informasi sudah sangat canggih, yang menyebabkan terjadinya lompatan-lompatan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sedemikian luar biasa. Lalu bagaimana dengan sastra?. Apakah sastra mati atau hidup?. Ternyata seiring semakin berkembangnya zaman, sastra pun tidak ketinggalan untuk tetap hidup dan melebarkan sayapnya. Bahkan kalau kita perhatikan, sastra berkembang dengan sangat pesat, terbukti pada saat ini sastra semakin dinikmati, bukan hanya sebagai penikmat dan pembacanya saja, tetapi banyak juga yang mencoba menjadi bagian dari dunia penulisannya. Contoh kecilnya, cobalah kita tengok ke toko buku, jika dulu nama pengarang karya sastra lainnya bisa dihitung, sekarang yang muda pun banyak mengambil bagian. Mengambil bagian di sini artinya turut terlibat langsung, misalnya menjadi pengarang dari karya sastra tersebut.

Sastra itu bersifat universal (menyeluruh), yang membuat coraknya berbeda karena faktor penulis atau pengarangnya. Setiap penulis atau pengarang memiliki ciri khas masing-masing dalam membuat karyanya. Ada banyak macam jenis dan bentuk dari karya sastra, salah satu yang sangat populer dan berkembang begitu pesatnya adalah novel. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pada saat ini banyak muncul penulis-penulis muda yang berbakat. Mereka tidak mau kalah dengan seniornya. Mereka ingin membuktikan bahwa masih ada yang peduli pada sastra yang biasanya banyak orang mengatakan bahwa sastra itu membosankan.

Namun yang saya rasakan, dalam perjalanannya sastra banyak mengalami perubahan. Ketika dahulu karya-karya sastra baik berupa puisi, cerita pendek ataupun novel sekalipun, penulis atau pengarang menggunakan bahasa-bahasa kiasan yang tidak semua orang paham akan artinya. Tetapi sekarang bahasa yang digunakan oleh penulis atau pengarangnya lebih kepada bahasa sehari-hari yang sering kita gunakan. Sehingga semua golongan dari anak-anak sampai dewasa dapat menikmatinya tanpa harus membacanya sampai berulang-ulang karena belum paham. Walaupun demikian, sastra kita sekarang banyak yang mengandung unsur pendidikan yang memang layak untuk dihadirkan.

Salah satu contoh karya sastra berbentuk novel yang mengandung unsur pendidikan yaitu novel karya Andrea Hirata yang berjudul laskar pelangi dan sang pemimpi yang telah dibuat menjadi sebuah film, dimana kita pasti tahu bahwa karyanya tersebut sarat mengandung nilai-nilai tentang pendidikan. Bahkan yang lebih mengagumkan, penulis berbakat yang dimiliki Indonesia ini, membuat sebuah karya baru lagi berbentuk novel yang berjudul ‘Padang Bulan’.

Novel tersebut menceritakan perjalanan kisah Ikal dari novel-novel sebelumnya yang salah satunya adalah perjuangan cinta pertama yang tak lekang oleh waktu. Pada karyanya tersebut terdapat satu paragraf yang menarik untuk dibaca, yaitu “Dunia ini rupanya penuh dengan orang yang kita inginkan, tapi tak menginginkan kita, dan sebaliknya. Kurasa itulah postulat pertama hukum keseimbangan alam. Jika kita selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, seseorang akan naik ke puncak bukit, lalu meniup sangsakala, dunia kiamat”. Novel tersebut banyak memberikan inspirasi dan motivasi bagi pembacanya. Walaupun membahas tentang hal-hal yang berbau tentang pendidikan yang dipadukan dengan unsur percintaan, namun tetap ada humor-humor yang cerdas dalam novel ini.

Sudah bisa kita ambil kesimpulan bahwa sastra kita hari ini tetap hidup dan semakin melebarkan sayapnya. Terbukti pengarang dan penulis kita sekarang menyajikannya dengan cara yang berbeda dan lebih menarik tetapi tetap sarat akan nilai-nilai kebaikan.***
 

0 komentar:

Posting Komentar