Minggu, 25 Agustus 2013

Mengambil Pelajaran dari Seorang Kawan

0 komentar

Hasma adalah kawan baikku, namun belum pernah kami saling bertegur sapa secara langsung. Empat tahun di tempat yang sama, tak menjadikan kami akrab. Bahkan seakan tak pernah kenal antara aku dan dia.

"Hasma itu teman SMA aku, dia baik dan juga alim" salah seorang temanku bercerita sambil menunjuk Hasma, yang kebetulan lewat di depan kami. Ketika itu aku hanya tersenyum sambil menengok ke arah Hasma. Tak butuh waktu lama, orang-orang yang kenal Hasma juga menceritakan hal yang sama. Tiba-tiba muncul rasa penasaran dan keingintahuanku tentang Hasma. Jujur, mengenalnya membuatku kagum. Semangat dan perjuangannya yang selalu ingin mandiri membuatku iri. Kami lahir di bulan yang tidak jauh berbeda, bahkan di tahun yang sama, diusia yang sama namun dengan keadaan yang berbeda. Aku malu kepada diriku sendiri, karena hanya bisa mengandalkan orang lain, berbanding terbalik dengan Hasma, dia mandiri..sangat mandiri.

Rasa kagumku terhadap Hasma mungkin berlebihan, sehingga disalahartikan oleh yang lain. Baiklah..bukan masalah besar untukku, namun mungkin ini menjadi masalah untuknya. Hasma tampaknya menghindariku, keadaan inilah yang membuatku tidak nyaman, takut bila Hasma menyalahartikan kekaguman ini, ditambah lagi dengan bercandaan teman-temanku, itu membuatnya semakin tak nyaman. Itulah yang membuat kami tidak saling kenal, aku hanya mengenalnya dari segelintir cerita tentangnya dari teman-temanku.

Kini kami terpisah jarak, namun agak lebih sering berkomunikasi dari pada ketika masih di tempat yang sama. Aku pun semakin mengenalnya, ternyata ia tak sedingin apa yang aku bayangkan. Ketika aku dan teman-temanku yang lain terpisah jarak, namun temanku yang lain masih sering menceritakan tentang Hasma kepadaku. Bahkan salah seorang kepala sekolah bercerita kepada temanku, bahwa ia mengenal Hasma dan orang tua

Hasma adalah teman baik kepala sekolah itu. Beliau bercerita panjang lebar tentang Hasma, bahwasannya Hasma itu anak yang mandiri, walaupun keluarganya masih mampu membiayai kuliah Hasma, namun Hasma tidak mau tergantung dengan orang tuanya. Hingga pada suatu saat, Hasma merelakan menunda kelulusan karena lebih fokus kepada bisnisnya. Sebenarnya orang tua Hasma ingin anaknya lulus tepat waktu, namun karna sangat sayang kepada Hasma, akhirnya ibu dan bapaknya pun tidak mempermasalahkan lagi. Subhanallah, sebegitu besar rasa cinta orang tuanya kepada Hasma. Aku yakin, pasti ayah dan ibunya bangga memiliki anak sepertinya.

Kini aku berteman baik dengannya, mungkin kini aku menganggapnya seorang kakak, karena Hasma pernah memanggilku "dik" dan "nduk". Aku harap kami akan terus seperti ini, menjadi teman baik. Namun terkadang ingin menyampaikan sesuatu kepada Hasma, "Sebesar apapun kamu, sesukses apapun kamu, jangan pernah lupakan 4 kata ajaib, yaitu salam (Assalamualaikum), maaf (jika mau meminta tolong atau membuat kesalahan), tolong (ketika ingin menyuruh atau meminta bantuan), dan terima kasih (untuk hal apapun)". Karena Hasma sering lupa dengan kata yang terakhir (terima kasih), entah ia sadar atau tidak. Aku hanya sekedar mengingatkan. Maka ingatkan aku juga kalau aku salah, karena tugas manusia itu saling mengingatkan. Mudah-mudahan Hasma tidak tersinggung dengan perkataanku.

Masih banyak yang akan ditulis jika ingin menceritakan sosok Hasma, namun disini aku hanya menjelaskan sekelumit tentangnya. Ku harap Hasma tetap menjadi Hasma apabila ia menjadi orang yang lebih sukses. Tetap menjadi padi, yang semakin berisi semakin merunduk. Mudah-mudahan Hasma segera menemukan seorang pendamping yang bisa melengkapi cerita hidupnya. Nanti suatu saat, ku harap bukan hanya sekedar cerita pekerjaan yang ia bicarakan, namun cerita betapa bahagianya mendapatkan pasangan yang mendukung sepenuh hati apa yang dicita-citakan Hasma. Aamiin..
Ku tunggu cerita bahagiamu kawanku. :)